AKSARA JAWA LENGKAP DAN CONTOH PASANGAN, SANDANGAN,
CARA MENULIS
(by Arifin Saddoen)
Aksara Jawa adalah turunan dari jenis
aksara Brahmi. Jenis aksara ini memang sudah lama digunakan pada beragam
wilayah di kalangan Nusantara. Di antara wilayah yang menggunakan jenis aksara
ini adalah Pulau Jawa, Makasar, Sunda, Melayu, Sasak serta umum dipakai untuk
penulisan jenis karya sastra yang menggunakan bahasa Jawa.
Untuk awal mula penggunaan dari aksara
Jawa sendiri sudah cukup lama bahkan sejak abad ke 17 Masehi pada masa
berdirinya kerajaan Mataram Islam. Pada masa tersebut pula ditetapkan abjad
Hanacaraka atau carakan yang dikenal hingga hari ini.
Kemudian di abad 19 Masehi barulah aksara
Jawa dibuat dalam bentuk cetakan. Aksara Jawa sebenarnya merupakan gabungan
dari aksara Abugida dan juga aksara Kawi. Berdasarkan pada struktur dari
tiap-tiap huruf yang setidaknya mewakili dua buah dari abjad aksara di dalam bentuk
huruf latinnya. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa aksara Jawa memang
merupakan gabungan dari kedua aksara yang disebutkan itu.
Di antara contohnya adalah Ha yang menjadi
perwakilan dari huruf H dan juga A. Kedua suku kata yang bisa dibilang utuh
dibandingkan dengan kata Hari. Kemudian aksara Na yang merupakan gabungan dari
huruf N dan A. Ini juga menjadi suku kata yang utuh dibandingkan dengan kata
Nabi. Oleh karena itu, cacah huruf yang terdapat pada sebuah penulisan kata
yang disingkat apabila dibandingkan dengan tata cara menulis dalam bentuk
aksara latin.
Sebagaimana jenis aksara Hindi, dalam
bentuk yang orisinil, tata cara untuk menulis aksara Jawa yaitu Jawa Hanacaraka
adalah dengan cara menggantung atau diberi garis di sisi bawah. Lalu, dari waktu
ke waktu seiring dengan berjalannya waktu terdapat modifikasi, tepatnya di
jaman modern dimana para guru mengajarkan Hanacaraka dengan penulisan aksara
yang berada di atas garis.
Aksara Jawa
Di dalam aksara Jawa atau Hanacaraka
terdapat beberapa tata cara penulisan. Juga terdapat beberapa unsur serta
aturan yang lainnya. Dengan menjelaskan masing-masing huruf serta aturan itu,
diharapkan nanti bisa memudahkan pembelajaran atau proses memahami tata cara
penulisan Aksara Jawa sebelum kemudian praktik menulis.
Oleh karena itu, pada pembahasan kali ini
akan didahulukan tentang penjelasan dasar dari aksara Jawa terlebih dahulu.
Untuk orang yang belum mengenal aksara
Jawa, maka dibutuhkan catatan khusus seperti ulasan berikut ini.
- Ha menjadi wakil untuk fonem /a/dan/ha/.
Jika aksara ini berada pada bagian depan sebuah kata, akan dibaca dengan
/a/. Namun aturan ini tidaklah berlaku untuk nama atau jenis kata bahasa
asing selain dari bahasa Jawa asli.
- Da di dalam penulisan Jawa latin
digunakan untuk bagian /d/ dental serta meletup dimana posisi lidahnya ada
di bagian belakang pangkal gigi seri atas kemudian diletupkan. Untuk /d/
ini berbeda sekali dari bahasa Melayu atau Indonesia.
- Dha di dalam bentuk penulisan Jawa
latin digunakan untuk jenis d-retofleks dimana posisi lidah dengan /d/
untuk bahasa Melayu ataupun Indonesia namun dengan bunyi yang diletupkan.
- Tha di dalam bentuk penulisan Jawa
latin digunakan untuk t-retofleks dimana posisi lidahnya sama dengan /d/
namun untuk pengucapannya tidak diberatkan. Untuk bunyi yang satu ini
sangat mirip dengan orang yang memiliki aksen Bali di dalam menyuarakan
huruf “t”.
Adapun makna dari aksara Jawa adalah
sebagai berikut:
Ha adalah hana hurup wening suci yang arti
dalam bahasa Indonesianya adalah adanya hidup merupakan kehendak dari Tuhan
yang Maha Suci.
Na maknanya adalah Nur Candra atau
warsitaning Candara yang artinya adalah pengharapan dari manusia yang selalu
mengharapkan sinar dari Ilahi.
Ca merupakan cipta weding, cipta dadi,
cipta mandulu yang artinya adalah suatu arah serta tujuan dari Sang Maga
Tunggal.
Ra merupakan rasaingsun handulusih yang
maknanya adalah cinta sejati yang muncul dari cinta kasih dalam nurani.
Ka merupakan karsaningsun memayuhayuning
bawana yang maknanya adalah sebuah hasrat yang diarahkan untuk sebuah
kesejahteraan alam.
Da merupakan dumadining Dzat kang tanpa
winangenan yang artinya adalah menerima kehidupan ini dengan apa adanya.
Ta merupakan tatas, tutus, titis, titi lan
wibawa yang artinya adalah sesuatu yang mendasar, totalitas, satu visi,
ketelitian di dalam memandang sebuah hidup.
Sa merupakan suram ingsun handulu
sifatullah yang artinya adalah pembentukan kasih sayang sebagaimana kasihnya
Tuhan.
Wa merupakan wujud hana tan kena kinira
yang artinya adalah ilmu manusia yang hanya terbatas akan tetapi untuk
implementasinya sangat tidak terbatas.
La merupakan lir handaya paseban jati yang
artinya adalah menjalankan hidup semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan dari
Tuhan.
Pa merupakan papan kang tanpa kiblat yang
artinya adalah hakihat Tuhan yang sejatinya ada tanpa arah.
Dha merupakan duwur wekasane endek
wiwitane yang artinya adalah untuk bisa mencapai puncak harus dimulai
dari dasarnya atau dari bawah terlebih dahulu.
Ja merupakan jumbuhing kawula lan gusti
yang artinya adalah senantiasa berusaha untuk mendekati Tuhan dan memahami
kehendak Tuhan.
Ya merupakan yakin marang sembarang
tumindak kang dumadi yang maknanya adalah yakin terhadap ketetapan dan kudrat
Ilahi.
Nya merupakan nyata tanpa mata, ngerti
tanpa diuruki yang artinya adalah memahami sunnatullah atau kodrat dari
kehidupan ini.
Ma merupakan madep mantep manembah maring
Ilahi yang artinya adalah mantap di dalam menyembah Tuhan.
Ga merupakan guru sejati sing muruki yang
artinya adalah pembelajaran kepada guru nurani.
Ba merupakan bayu sejati kang andalani
yang artinya adalah menyelaraskan diri kepada gerak gerik dari alam.
Tha merupakan tukul saka niat yang artinya
adalah segala sesuatu harus tumbuh dan diawali dengan niat.
Nga merupakan ngracut busananing manungso
yang artinya adalah melepas ego pribadi pada manusia.
Aksara Carakan
Aksara Carakan merupakan jenis aksara yang
paling mendasar dalam mempelajari aksara Jawa. Jika disaksikan dari namanya
saja sudah bisa dipahami bahwa jenis aksara ini adalah untuk menuliskan
kata-kata.
Penting untuk menjadi pengetahuan bahwa
masing-masing dari aksara Carakan ini memiliki bentuk beserta pasangannya.
Aksara pasangan tersebut digunakan untuk mematikan atau menghilangkan
bentuk vokal dari aksara yang sebelumnya.
Supaya Anda lebih mudah dalam memahami hal
ini, penting untuk dijelaskan mengenai aturan pasangan di dalam aksara Carakan
beserta cara untuk mengucapkannya. Jenis aksara ini terbagi menjadi beberapa
huruf yang saat ini dikenal sebagai Hanacaraka.
Pasangan Aksara Jawa
Untuk aksara Jawa berikut pasangannya akan
dijelaskan pada kesempatan berikut ini. Pasangan sendiri merupakan bentuk
khusus yang terdapat pada aksara Jawa untuk menghilangkan ataupun mematikan
suatu vokal dari bentuk aksara yang sebelumnya. Aksara pasangan ini akan digunakan
untuk menulis bentuk suku kata yang di dalamnya tidak ada vokal.
Contoh Penggunaan Pasangan Aksara
Jawa
Adapun contoh penggunaan pasangan dalam
aksara Jawa adalah kata “mangan sega” (makan nasi). Agar kalimat tersebut tidak
dibaca manganasega, maka perlu mematikan atau menghilangkan huruf na. Adapun
cara untuk menghilangkan huruf Na tersebut adalah dengan memberikan pasangan
yang diletakkan pada huruf se. Dengan demikian, cara membaca aksara Jawa
tersebut adalah “mangan sega”.
Aksara Swara
Aksara Swara merupakan jenis aksara yang
digunakan untuk menuliskan jenis huruf vokal yang berasal dari bentuk kata
serapan dari bahasa asing supaya pelafalannya menjadi lebih tegas.
Sandangan Aksara Swara
Setelah mengenal apa itu aksara Swara,
penting untuk diulas mengenai sandangan aksara Swara karena ternyata banyak
orang yang kebingungan membedakan antara aksara Swara dengan sandangan.
Sandangan merupakan bentuk huruf vokal
yang tidak mandiri dan digunakan ketika berada di bagian tengah dari kata.
Sedanghkan di dalam sandangan akan dibedakan berdasar pada cara membacanya.
Untuk aksara Swara ini juga tidak sama
dengan jenis aksara-aksara yang lain. Ia juga dilengkapi dengan pasangan.
Aksara Swara juga memiliki beberapa aturan penulisan yang penting untuk
diperhatikan. Berikut rinciannya:
- Aksara Swara tidak bisa dijadikan
sebagai bentuk aksara pasangan.
- Apabila aksara Swara menemukan
sigegan atau konsonan yang ada pada akhir suku kata yang sebelumnya, maka
sigegan itu harus dimatikan dengan yang namanya pangkon.
- Aksara Swara bisa diberikan suatu
sandangan wignyan, cecak, wulu, suku, dan lain sebagainya.
Aksara Rekan
Penting untuk dicatat bahwa berbagai
bentuk huruf yang terdapat dalam hanacaraka tidak bisa memenuhi keperluan
penulisan sejumlah kata yang asalnya dari Negara lain. Sebagai solusi atas hal
ini, maka dibuatlah suatu bentuk aksara rekan yang dalam hal ini banyak
dipengaruhi oleh bahasa Arab.
Hal ini dikenal dengan aksara Rekan.
Aksara Rekan sendiri merupakan jenis aksara yang dipakai untuk penulisan huruf
serapan yang asalnya adalah dari bahasa Arab. Misalnya saja huruf f, kh, dz dan
lainnya.
Aksara jenis ini dipakai untuk menuliskan
konsonan yang terdapat pada kata-kata asing yang masih sesuai dengan bentuk
aslinya.
Aksara Rekan yang terdapat di dalam
Hanacaraka ini terdapat lima bentuk. Dan semua memiliki pasangan masing-masing.
Adapun untuk aturan penulisannya juga berbeda dengan yang lain. Berikut
rinciannya,
- Tidak seluruh aksara Rekan yang ada
memiliki pasangan. Pasangan dalam aksara ini hanyalah Fa dan yang lainnya
tidak punya.
- Aksara Rekan sejatinya dalam
praktiknya bisa diberikan pasangan.
- Aksara Rekan juga bisa diberikan
sandhangan seperti aksara-aksara lain di dalam Hanacaraka.
Contoh Aksara Rekan
Dengan mempelajari contoh aksara Rekan,
Anda akan semakin mudah dalam memahami langkah penulisan yang benar dari suku
kata dan bahasa yang berasal dari Negara lain seperti Arab.
Contoh aksara Rekan ini memang cukup rumit
dan sulit karena tidak tercover di dalam Hanacaraka. Namun jika sudah
mengetahui contohnya, tentu akan semakin memudahkan Anda, khususnya yang masih
menjadi pemula dalam memahami aksara Jawa.
Aksara Murda
Aksara Murda dan Pasangannya
Secara lebih mudahnya, aksara Murda
merupakan sejenis huruf kapital di dalam jenis aksara Jawa. Aksara Murda ini
secara khusus dipakai untuk menulis jenis huruf depan suatu nama orang, nama
tempat, atau kata-kata lain yang awalnya memakai huruf kapital.
Di samping itu, jenis aksara ini juga
dipakai di awal sebuah kalimat atau awal sebuah paragraf.
Di antara kegunaan dari aksara ini adalah
untuk menuliskan nama gelar, nama orang, nama geografi, nama lembaga
pemerintahan, serta nama lembaga yang berbadan.
Karena kata-kata tersebut di dalam bahasa
Indonesianya menggunakan huruf besar, maka dalam bahasa Jawa menggunakan aksara
khusus yang dikenal dengan aksara Murda ini.
Namun, penting untuk dijadikan cacatan
bahwa tidak semua aksara yang terdapat di Hanacara terdapat bentuk aksara
Murdanya. Setidaknya hanya ada delapan buah aksara Murda. Aksara ini juga
memiliki bentuk pasangan tersendiri yang fungsi atau kegunaannya sama dengan
pasangan di dalam aksara Jawa.
Contoh Aksara Murda
Aksara Murda memang tidak begitu sulit di
dalam penulisannya. Dengan dilengkapi dengan contoh tersendiri, ini akan
membantu Anda dalam belajar aksara Jawa sehingga menjadi lebih mahir. Khususnya
saat menjumpai berbagai huruf kapital atau suku kata yang memakai huruf besar.
Untuk aturan penulisannya sendiri, aksara
Murda ini sebenarnya hampir mirip dengan penulisan aksara pokok di dalam
Carakan. Namun ada beberapa aturan tambahan, berikut aturannya.
- Aksara Murda tidak bisa dijadikan
sebagai sigeg atau yang biasa dikenal dengan konsonen penutup untuk jenis
suku kata.
- Apabila ditemui bentuk aksara Murda
yang menjadi sigeg, maka harus dituliskan bentuk aksara pokoknya.
- Jika di dalam satu suku kata atau
kalimat terdapat lebih dari satu bentuk aksara Murda, maka terdapat dua
aturan yang bisa dipakai. Yaitu dengan mencantumkan aksara murda untuk
yang terdepan saja atau dengan menuliskan semua aksara Murda yang ditemui.
Aksara Wilangan
Adapun pengertian dari aksara wilangan
atau yang dikenal dengan bilangan merupakan sebuah aksara yang dipakai untuk
menulis jenis angka di dalam aksara Jawa.
Angka sendiri digunakan untuk menyatakan
suatu lambang bilangan atau nomor. Angka di sini bisa berjenis ukuran, luas,
berat, panjang, nilai uang, satuan waktu dan lain sebagainya. Berbagai jenis
kuantitas penulisan angka ini dilakukan dengan mengapitkan tanda yang ada pada
pangkat pada bagian awal serta akhir dari penulisan angka.
Untuk penulisan satuan di dalam sebuah
bilangan, satuan tersebut bisa ditulis di dalam bentuk kata lengkapnya.
Misalnya saja kilometer, meter, kilogram dan lain sebagainya.
Tanda Baca Aksara Jawa
Setelah memahami secara mendetail mengenai
huruf dan juga bilangan dalam aksara Jawa, selanjutnya akan diulas mengenai
aturan di dalam penulisan aksara Jawa sendiri. Tanda baca atau pratandha dalam
aksara Jawa dibutuhkan untuk penulisan aksara Jawa.
Aksara Jawa sendiri memiliki beberapa
macam bunyi yang berbeda saat diucapkan. Hal itu tergantung pada masing-masing kata
yang ditulis memakai aksara tersebut.
Misalnya saja a bisa dibaca a pada jenis
kata papat dan bisa juga dibaca a pada kata lara. Aturan tersebut juga
diberlakukan pada bunyi e yang memiliki beberapa varian bunyi di dalam
pengucapannya.
Di dalam hanacaraka sendiri, ada beberapa
tanda baca di dalam penulisan aksara tersebut. Di dalam perangkat lunak, ada
empat buah tanda baca yang perlu diketahui.
- Pada adeg-adeg
Yang digunakan pada adeg-adeg adalah di
bagian depan kalimat di masing-masing alineanya.
- Pada adeg
Untuk pada adeg ini digunakan untuk
menandakan bagian yang tertentu pada sebuah teks yang perlu untuk diperhatikan,
untuk hal ini hampir sama dengan jenis tanda baca kurung.
- Pada lingsa
Adapun pada lingsa sendiri digunakan di
akhir bagian kalimat sebagai sebuah tanda intonasi yang masih setengah selesai.
Tanda ini setara atau sesuai dengan tanda koma.
- Pada lungsi
Selanjutnya adalah pada lungsi yang
digunakan pada akhir sebuah kalimat. Tanda baca satu ini sangat setara dengan
tanda titik.
- Pada pangkat
Pangkat ini memiliki beberapa fungsi di
dalamnya. DI antaranya adalah untuk akhir pernyataan lengkap apabila diikuti
dengan beberapa jenis rangkaian. Selain itu juga digunakan untuk pangkat yang
mengapit suatu petikan langsung.
Video Belajar Menulis Aksara Jawa
Belajar teori penulisan aksara Jawa
sendiri tidaklah cukup, perlu dilakukan upaya untuk belajar menuliskan aksara
Jawa. Untuk bisa menuliskan aksara Jawa sendiri, belajar teorinya saja tidak
cukup.
Anda juga harus mempelajari tips dan cara
untuk menulisnya. Nah, video berikut ini akan memudahkan Anda di dalam proses
belajar menuliskan aksara Jawa dengan cepat dan praktis. Berbagai tutorial dari
masing-masing aksaranya dicantumkan dalam video ini agar bisa mempercepat
proses belajar Anda.
Belajar Membaca Aksara Jawa
Penting untuk dicatat bahwa aksara Jawa
memiliki cukup banyak bunyi yang tentu saja akan berbeda dalam hal
pengucapannya. Hal itu ditentukan atau tergantung dengan masing-masing kata
yang dituliskan dengan aksara tersebut. Misalnya a bisa dibaca dengan a pada
kata papat dan bisa juga a pada kata lara. Aturan yang serupa juga terdapat
pada huruf e.
Membaca aksara Jawa ini tentu lebih sulit
dibandingkan dengan belajar membaca bahasa Inggris. Sehingga Anda harus
benar-benar jeli dan bersabar selama proses berlatih membaca aksara Jawa.
Dan untuk bisa lancar di dalam proses
membaca aksara Jawa, Anda harus berlatih membaca setiap hari dengan sesering
mungkin. Kebiasaan membaca akan membantu Anda mengingat berbagai komponen di
dalamnya, termasuk tanda baca dan lain sebagainya.
Alangkah baiknya proses belajar membaca
aksara Jawa ini diimbangi dengan banyak menulis sehingga akan semakin
mempermudah proses belajar sehingga bisa menjadi lebih lancar.
Sejarah Asal Usul Aksara Jawa
Banyak orang yang penasaran dengan sejarah
dari aksara Jawa sendiri. Sebenarnya, ada beberapa legenda dari aksara Jawa
yang hingga hari ini masih dikenal bahkan diajarkan di sekolah-sekolah. Berikut
ini akan dibahas mengenai beberapa sejarah munculnya aksara Jawa itu sendiri.
Terdapat seorang ksatria hebat yang
asalnya dari tanah Jawa. Namanya adalah Aji Saka. Ia mempunyai seorang abdi
yang sangat setia kepadanya. Abdi tersebut bernama Sembada dan Dora. Pada suatu
masa, Aji Saka melakukan sebuah perjalanan ke salah satu kerajaan bernama
Medang Kamulan yang saat itu tengah diperintah oleh seorang raja yang suka
memakan daging manusia. Adapun nama dari raja tersebut adalah Prabu Dewata
Cengkar.
Prabu Dewata Cengkar setiap harinya
meminta kepada para pelayan serta plajuritnya untuk senantiasa menghidangkan
daging manusia sebagai makanan pokok setiap hari. Ini membuat masyarakat resah
dan karena itu, Aji Saka memiliki inisiatif untuk melawan sang saja tersebut
dengan keduanya abdinya.
Cerita singkatnya, Aji Saka sampai pada
pinggiran hutan dan sudah masuk ke kawasan kekuasaan Medang Kamulan. Sebelum ia
benar-benar masuk ke kawasan kerajaan tersebut, Aji Saka memerintahkan kepada
abdi yang namanya Sembada untuk tetap tinggal di sana dengan menjaga keris
pusaka yang dimiliki Aji Saka.
Ia kemudian berpesan supaya keris tersebut
dijaga dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh diberikan kepada siapapun kecuali
kepada Aji Saka. Sedangkan Dora yang merupakan abdi kedua diajak oleh Aji Saka
untuk menghadap ke Prabu Dewata Cengkar.
Setelah berjumpa dan menghadap langsung ke
Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka membuat suatu kesepakatan dengan raja tersebut.
Ia bersedia dimakan oleh sang raja dengan sebuah syarat. Syaratnya adalah Sang
Prabu harus menyerahkan daerah kekuasaannya seluas sorban yang dikenakan oleh
Aji Saka.
Akhirnya Prabu pun mengiyakan dan menerima
syarat tersebut. Lalu Aji Saka pun memohon kepada Prabu Dewata Cengkar untuk
mengukur tanah yang dijanjikan dengan cara memegang salah satu bagian ujung
surban. Dan bagian ujung surban yang lain dipegang oleh Aji Saka.
Prabu Dewata Cengkar mulai menarik surban
tersebut dan kemudian menjadi terbentang. Sang Prabu terus bergerak muncur dan
memanjangkannya. Ia mulai membuka surban supaya menjadi terbentang.
Dengan kesaktian yang dimiliki, ternyata
surban tersebut tak habis-habis ketika dibuka. Prabu pun terus berjalan untuk
membentangkannya. Kemudian sampailah sang prabu di tepi sebuah laut jurang batu
yang terjal dan juga dalam.
Dengan sangat cepat, Aji Saka pun
menggoyangkan surban yang ia miliki tersebut dan akhirnya sang Prabu terlempar
ke tengah laut. Akhirnya ia pun mati setelahnya. Semua rakyat bersuka cita dan
menjadikan Aji Saka sebagai rajanya. Setelah beberapa saat menjadi seorang
raja, Aji Saka pun lupa akan kerisnya yang ia tinggal dan titipkan kepada
Sembada. Ia pun meminta Dora supaya mengambil keris tersebut. Akhirnya, Dora
berangkat untuk mengambil kerisnya dan sampailah di tempat Sembada berada.
Pada awal pertemuan, mereka berbincang
saling mempertanyakan kabar masing-masing. Kemudian pembicaraan pun berlanjut
kepada Dora yang meminta keris pusaka tersebut untuk diberikan kepada Aji Saka.
Namun, Sembada ingat betul bagaimana pesan yang disampaikan oleh Aji Saka
kepadanya bahwa ia tidak boleh memberikan keris tersebut kepada siapapun kecuali
Aji Saka.
Akhirnya,
Sembada pun menolak permintaan Dora untuk menyerahkan keris tersebut. Sementara
Dora sendiri harus taat kepada perintah rajanya. Dan akhirnya mereka berdua
sama-sama tidak mau mengalah satu sama lain demi menjaga amanah yang diterima.
Merekapun bertengkar dan adu kekuatan satu
sama lain. Karena kekuatan serta kesaktian mereka sma, keduanya pun mati
bersama-sama. Sesudah itu, kabar kematian tersebut akhirnya didengar oleh Aji
Saka.
Karena kecerobohan yang dibuat olehnya,
dua abdinya harus mati. Ia sangat menyesal atas hal itu. Agar bisa menghormati
dua abdi yang mati karena menjaga amanah tersebut, Aji Saka pun membuat barisan
huruf dan juga alphabet yang saat ini dikenal sebagai aksara Jawa.
Ha Na Ca Ra Ka (terdapat dua orang utusan
atau carakan)
Da Ta Sa Wa La (saling berperang untuk
mempertahankan sebuah amanah)
Pa Dha Ja Ya Nya (lantaran keduanya
sama-sama dalam tingkat kesaktian)
Ma Dha Ba Tha Nga (maka keduanya mati
manjadi bangkai)
Aksara Jawa memang memiliki cakupan yang
luas dan cukup rumit untuk dipelajari. Namun harus terus dipelajari supaya
aksara Jawa ini tidak punah dan senantiasa hidup di tengah-tengah kekayaan
budaya Nusantara.
Pengajaran aksara Jawa sendiri juga harus
dilakukan secara intens agar anak-anak usia sekolah memiliki perhatian besar
terhadap aksara ini.
Itulah beberapa ulasan mengenai aksara
Jawa dan beberapa pasangannya serta ulasan sejarah munculnya. Dengan
mempelajari aksara Jawa, tentu Anda mempertahankan budaya yang sudah muncul
sejak dahulu kala. Dan budaya tersebut tidak akan punah dan tetap lestari
sampai nanti. Semoga bermanfaat.
CategoriesIndonesiaTagsaksara jawa, bahasaPost navigation
8
thoughts on “√ AKSARA JAWA Lengkap dan Contoh | Pasangan, Sandangan, cara
menulis”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar